Penyakit infeksi emerging yang berkembang pada minggu epidemiologi ke-4 tahun 2025 meliputi Avian Influenza A(H5N1) pada manusia, Avian Influenza A(H5N1) pada burung dan unggas, COVID-19, Mpox, Meningitis Meningokokus, Legionellosis, Penyakit virus Marburg, Penyakit virus Hanta, Polio tipe WPV1, cVDPV1, dan cVDPV2, Demam Lassa, CCHF, Demam Rift Valley, Listeriosis, Penyakit virus Zika, Suspek MERS, Suspek Legionellosis, dan Suspek Penyakit Virus Hanta. Dokumen selengkapnya terkait "Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging pada Minggu Epidemiologi ke-4 Tahun 2025" dapat dilihat dan didownload (PDF) dalam link berikut!
Penyakit infeksi emerging yang berkembang pada minggu epidemiologi ke-3 tahun 2025 meliputi Mpox, COVID-19, Avian Influenza A(H5) pada manusia, Avian Influenza A(H5N1) pada hewan, Polio tipe WPV 1 dan cVDPV2, Demam Lassa, Legionellosis, Suspek Legionellosis, Meningitis Meningokokus, Listeriosis, Suspek Penyakit Virus Hanta dan Kasus ISPA di Cina. Dokumen selengkapnya terkait "Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging pada Minggu Epidemiologi ke-3 Tahun 2025" dapat dilihat dan didownload (PDF) dalam link berikut!
Penyakit infeksi emerging yang berkembang pada minggu epidemiologi ke-2 tahun 2025 meliputi Mpox, COVID-19, Avian Influenza A(H5N1) pada manusia dan hewan, Avian Influenza A(H5N2) pada hewan, Polio tipe WPV 1 dan cVDPV2, Demam Lassa, Legionellosis, Suspek Legionellosis, Meningitis Meningokokus, Listeriosis, Suspek MERS, Chapare Haemorrhagic Fever, dan Kasus ISPA di Cina. Dokumen selengkapnya terkait "Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging pada Minggu Epidemiologi ke-2 Tahun 2025" dapat dilihat dan didownload (PDF) dalam link berikut!
Penyakit infeksi emerging yang berkembang pada minggu epidemiologi ke-1 tahun 2025 meliputi Mpox, COVID-19, Avian Influenza A(H5N1), A(H9N2), A(H10N3) pada manusia, Avian Influenza A(H5N1) pada burung dan unggas, Polio WPV1 dan cVDPV2, Demam Lassa, Legionellosis, Meningitis Meningokokus, Peningkatan Kasus ISPA, Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF), dan Listeriosis. Dokumen selengkapnya terkait "Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging pada Minggu Epidemiologi ke-1 Tahun 2025" dapat dilihat dan didownload (PDF) dalam link berikut!
Human metapneumovirus (hMPV) pertama kali diidentifikasi pada tahun 2001 oleh tim peneliti di Belanda, meskipun bukti serologis menunjukkan virus ini telah beredar sejak 1950-an. Sebagai anggota keluarga Pneumoviridae, hMPV terkait erat dengan respiratory syncytial virus (RSV), tetapi memiliki karakteristik unik, termasuk ketiadaan protein non-struktural NS1 dan NS2 yang khas pada RSV. Infeksi hMPV biasanya terjadi pada anak-anak di bawah lima tahun, dengan prevalensi hingga 90% pada populasi ini sebelum usia dua tahun.
Pola musiman virus ini sering ditemukan pada musim semi dan musim dingin di belahan bumi utara. Di daerah tropis, infeksi hMPV dilaporkan memiliki pola yang lebih variatif, sering kali terkait dengan musim hujan.
Human metapneumovirus (hMPV) adalah virus RNA untai tunggal negatif dengan panjang genom sekitar 13.000 nukleotida. Genom ini mengkode sembilan protein yang memainkan peran penting dalam siklus hidup virus. Protein-protein utama meliputi protein fusi (F) yang memungkinkan masuknya virus ke dalam sel inang melalui fusi membran, dan protein G yang berperan dalam pengikatan reseptor pada permukaan sel target
Protein G merupakan protein yang sangat bervariasi di antara strain hMPV, memberikan kemampuan virus untuk menghindari deteksi oleh sistem imun. Selain itu, protein F mengandung motif RGD (arginin-glisin-asam aspartat) yang berinteraksi dengan integrin, membantu penempelan virus ke sel inang. Studi menunjukkan bahwa mutasi pada gen F dan G sering kali menjadi dasar klasifikasi hMPV ke dalam subtipe A1, A2 (A2a, A2b, A2c), B1, dan B2
hMPV juga memiliki protein kecil hidrofobik (SH) yang diperkirakan memainkan peran sebagai viroporin atau penghambat sistem imun bawaan. Meskipun demikian, protein ini tampaknya tidak sepenuhnya esensial untuk replikasi virus, karena strain mutan tanpa gen SH tetap mampu bereplikasi di dalam sel inang.
Infeksi hMPV menghasilkan respons imun bawaan yang lemah. Mekanisme ini sebagian besar disebabkan oleh kemampuan protein G untuk menekan jalur interferon melalui penghambatan reseptor pola (PRRs) seperti TLR dan RIG-I. Akibatnya, jalur pensinyalan yang diinduksi interferon menjadi terhambat, menyebabkan produksi sitokin pro-inflamasi yang rendah dan aktivasi imun yang tertunda.
Respons imun adaptif terhadap hMPV didominasi oleh profil Th2 yang tidak seimbang. Produksi sitokin seperti IL-4 dan IL-5, yang biasanya menginduksi respons alergi, mendukung produksi lendir berlebih dan infiltrasi eosinofil di jaringan paru-paru. Pada kasus yang parah, ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan kolaps saluran napas.
Selain itu, infeksi hMPV juga menginduksi sitokin Th17 seperti IL-6 dan TNF-α, yang memperburuk peradangan lokal. Kombinasi dari respons Th2 yang dominan dan aktivasi Th17 yang tidak terkontrol dapat menyebabkan bronkiolitis berat, pneumonia, dan eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronis (COPD).
Gejala klinis infeksi hMPV mencakup demam, batuk, sesak napas, hingga bronkiolitis dan pneumonia berat. Pada anak-anak, mengi (wheezing) sering ditemukan, sedangkan lansia dengan penyakit paru-paru kronis seperti COPD cenderung mengalami eksaserbasi.
Diagnostik berbasis molekuler seperti RT-PCR adalah metode utama untuk mendeteksi RNA virus ini. Alternatif lainnya, seperti RT-LAMP, menawarkan pendekatan yang lebih cepat dan ekonomis dalam lingkungan sumber daya terbatas.
CT scan sering menunjukkan pola opasitas ground-glass yang khas pada pneumonia akibat virus. Pemeriksaan tambahan seperti multiplex PCR dapat memberikan diagnosis yang lebih komprehensif, terutama untuk membedakan antara infeksi hMPV dan RSV.
Pendekatan tradisional dalam mendukung imunitas dapat menjadi pelengkap terapi suportif. Berikut adalah racikan herbal khas Indonesia:
Sebagai virus lama, hMPV dapat dikelola dengan baik dengan pendekatan diagnostik modern dan dukungan terapi yang tepat. Selain itu, pemanfaatan ramuan herbal khas Indonesia dapat menjadi pelengkap untuk mendukung pemulihan dan daya tahan tubuh. Dengan penelitian lanjutan dan pengembangan vaksin, dampak klinis virus ini diharapkan dapat diminimalkan.
Terapi hMPV berfokus pada perawatan suportif karena belum ada antivirus spesifik yang disetujui. Pada kasus ringan, terapi mencakup istirahat, hidrasi yang cukup, dan obat pereda gejala seperti antipiretik untuk demam. Jika gejala berupa hidung tersumbat atau batuk, dekongestan dan pelembap udara dapat membantu meringankan ketidaknyamanan.
Pada kasus berat, terutama pada pasien dengan pneumonia atau hipoksemia, terapi oksigen diperlukan untuk mempertahankan saturasi oksigen yang optimal. Pasien yang dirawat di rumah sakit mungkin membutuhkan ventilasi mekanis non-invasif atau invasif tergantung pada tingkat kegagalan pernapasan. Penggunaan kortikosteroid dapat dipertimbangkan dalam kasus dengan peradangan parah, tetapi harus hati-hati karena potensi imunosupresi.
Manajemen pada kelompok rentan, seperti anak-anak kecil, lansia, dan individu imunokompromais, memerlukan pendekatan khusus. Terapi eksperimental seperti imunoglobulin intravena (IVIG) dan ribavirin aerosol telah digunakan dengan hasil yang bervariasi. Pendekatan multidisiplin yang melibatkan dokter spesialis paru, imunologi, dan perawatan intensif sangat penting untuk memastikan manajemen yang terkoordinasi dan hasil yang optimal pada pasien dengan hMPV.
Strategi pencegahan Human metapneumovirus (hMPV) difokuskan pada langkah-langkah kebersihan dasar dan pengendalian infeksi. Cuci tangan dengan sabun selama minimal 20 detik adalah cara paling efektif untuk mencegah penyebaran virus. Hindari menyentuh wajah, terutama mata, hidung, dan mulut, sebelum mencuci tangan. Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin menggunakan tisu atau siku bagian dalam juga membantu mengurangi penularan.
Pencegahan pada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan individu dengan sistem imun lemah membutuhkan perlindungan tambahan. Hindari kontak langsung dengan individu yang menunjukkan gejala infeksi saluran pernapasan. Selain itu, desinfeksi rutin pada permukaan benda yang sering disentuh, seperti meja, gagang pintu, dan mainan, dapat mengurangi risiko paparan virus. Institusi seperti sekolah dan panti jompo dapat menerapkan kebijakan isolasi bagi individu yang sakit untuk memutus rantai penularan.
Pengembangan vaksin juga menjadi strategi jangka panjang untuk mencegah infeksi hMPV. Kandidat vaksin berbasis protein fusi (F) saat ini sedang dalam tahap uji klinis dan menunjukkan hasil yang menjanjikan. Hingga vaksin tersedia, pendekatan berbasis komunitas seperti edukasi kesehatan, peningkatan kesadaran akan kebersihan, dan akses terhadap fasilitas sanitasi yang memadai harus terus diperkuat. Langkah-langkah ini tidak hanya melindungi individu tetapi juga membantu mencegah penyebaran virus secara luas.
Ditulis Oleh Dokter Dito Anurogo, M.Sc., Ph.D.(Cand.)
Kamis, 02 Januari 2025
Tim TGC Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Ternate berhasil mengevakuasi salah seorang Anak Buah Kapal (ABK) KM. Inkamina-283 yang diduga jatuh pingsan saat melakukan aktifitas memancing di perairan Pulau Hiri, Provinsi Maluku Utara. Setelah mendapat laporan dari petugas pengawasan Perikanan Pelabuhan Dufa-Dufa Ternate. Korban kemudian di jemput dengan ambulans BKK Ternate untuk di rujuk ke Rumah Sakit terdekat yaitu RS Islam PKU Muhamadiyah Ternate untuk mendapatkan perawatan medis lebih lanjut namun nyawa korban tidak dapat tertolong dan dinyatakan meninggal dunia dengan penyebab kematian diduga serangan jantung.
Tim TGC Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Ternate yang terdiri dari Tim Medis dan Tim Surveilans kemudian melakukan pemeriksaan kesehatan dan pendataan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) KM. Inkamina-283 yang berjumlah 14 orang dengan hasil pemeriksaan tidak ditemukan penyakit menular berpotensi wabah yang dapat menyebabkan kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Korban kemudian dibawah oleh keluarga untuk di makamkan di Desa Toniku Kec. Jailolo Kab. Halmahera Barat.
Narasi : Dasri Saleh, SKM (Tim PPID)
Skrining TB sekaligus pemeriksaan Kesehatan gratis (Tekanan darah, Gula darah, Asam urat dan Kolestrol) oleh Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Ternate
Dalam rangka mendukung program peningkatan kesehatan masyarakat, Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Ternate dalam hal ini Tim Kerja IV menyelenggarakan kegiatan skrining kesehatan untuk mendeteksi dini Tuberkulosis (TB) dan Penyakit Tidak Menular (PTM). Kegiatan ini berlangsung pada 29 November 2024 di Pelabuhan Ferry Bastiong dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat pelabuhan.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya deteksi dini penyakit. “Tuberkulosis dan PTM seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung merupakan ancaman serius yang dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin. Melalui skrining ini, kami berharap masyarakat lebih peduli terhadap kesehatannya.
Skrining meliputi pemeriksaan gejala TB, pengukuran tekanan darah, gula darah, Kolestrol, asam urat dan edukasi kesehatan. Selain itu, peserta juga mendapatkan informasi mengenai langkah pencegahan dan penanganan awal penyakit.
Sejumlah warga yang hadir menyambut baik kegiatan ini. “Kami sangat terbantu dengan adanya skrining ini. Selain mengetahui kondisi kesehatan, kami juga diberi pengetahuan untuk menjaga pola hidup sehat,” ujar salah satu peserta.
Melalui kegiatan ini, BKK Ternate berharap dapat mendukung upaya pemerintah dalam menekan angka kasus TB dan PTM di masyarakat, sekaligus mewujudkan masyarakat yang lebih sehat dan produktif.
Reporter : Maradi Hasan, Editor : Awal Kharisanto
Penulis : Trisno, Amd. Kep (TIM PPID)
Penyakit infeksi emerging yang berkembang pada minggu epidemiologi ke-44 tahun 2024 meliputi Mpox, COVID-19, Avian Influenza A(H5N1) pada manusia, burung dan unggas, Polio, Demam Lassa, Penyakit virus West Nile, Legionellosis, Suspek Legionellosis, Penyakit virus Marburg, Meningitis Meningokokus, Listeriosis, dan Demam Kuning. Dokumen selengkapnya terkait "Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging pada Minggu Epidemiologi ke-44 Tahun 2024" dapat dilihat dan didownload (PDF) dalam link berikut!
Penyakit infeksi emerging yang berkembang pada minggu epidemiologi ke-43 tahun 2024 meliputi Mpox, COVID-19, Avian Influenza A(H5N1) pada burung dan unggas, Polio tipe cVDPV2, Demam Lassa, Penyakit virus West Nile, Legionellosis, Suspek Legionellosis, Penyakit virus Marburg, Meningitis Meningokokus, Listeriosis, Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF), dan Demam Kuning. Dokumen selengkapnya terkait "Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging pada Minggu Epidemiologi ke-43 Tahun 2024" dapat dilihat dan didownload (PDF) dalam link berikut!