Dunia kini tengah dilanda wabah Mpox atau cacar monyet kembali, setelah wabah sebelumnya pada tahun 2022 yang melaporkan lebih dari 30.000 kasus, termasuk di negara-negara yang belum pernah terjangkiti penyakit ini. Surat Edaran Kementerian Kesehatan RI tertanggal 20 Agustus 2024 menyebut terjadinya peningkatan kasus mpox di 16 negara pada bulan Juni 2024, termasuk Indonesia.
Kawasan dengan kasus mpox terbanyak di bulan Juni 2024 adalah Afrika sebesar 60,7% dan Amerika Serikat sebesar 18,7%. Indonesia sendiri melaporkan terjadinya 88 kasus mpox selama kurun waktu 2022-2024, dengan 14 kasus terjadi pada tahun 2024.
Dengan mempertimbangkan peningkatan potensi penularan mpox, Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) telah menyatakan kondisi darurat global kesehatan atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) pada 14 Agustus 2024.
Mpox atau penyakit cacar monyet disebabkan oleh virus monkeypox (MPXV), yang merupakan anggota keluarga genus orthopoxvirus, yaitu keluarga yang sama dengan virus variola, penyebab penyakit cacar (smallpox).
Penyakit Monkeypox pertama kali ditemukan pada manusia di Kongo Afrika pada tahun 1970, dan paling banyak diderita oleh orang-orang di Afrika Barat dan Afrika Tengah. Sekarang, penyakit monkeypox juga menyebar ke negara-negara di luar Afrika. Demi menghindari kesan rasisme dan stigmatisasi, pada tanggal 28 November 2022 penyakit monkeypox berganti sebutan menjadi mpox.
Seiring dengan pertambahan kasus penyakit mpox dan kekhawatiran masyarakat terhadap dampak kesehatan penyakit ini, berbagai informasi keliru tentang mpox semakin banyak beredar di masyarakat. Apa saja mitos dan fakta tentang mpox yang kita dengar akhir-akhir ini, dan perlu kita telaah kebenarannya?
Penyakit cacar monyet atau mpox pada awalnya memang merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan dari hewan ke manusia. Penularannya melalui gigitan dan cakaran hewan yang terinfeksi, atau kontak fisik dengan lesi, cairan, darah dan daging hewan yang terinfeksi.
Meski demikian, penularan mpox kini juga terjadi dari manusia ke manusia, melalui sentuhan kulit ke kulit, ciuman, oral dan hubungan seksual, serta kontak langsung dengan lesi dan cairan tubuh orang yang terinfeksi. Virus mpox juga dapat masuk ke dalam tubuh lewat hidung dan mulut, melalui kontak langsung dengan permukaan benda-benda yang telah terkontaminasi virus mpox, serta barang-barang yang digunakan oleh penderita mpox, seperti pakaian, handuk, dan tempat tidur.
Penyakit mpox tidak berbahaya bagi orang-orang yang mengalami gejala ringan, seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, lemas, ruam dan lesi pada kulit tubuh.
Namun, pada orang-orang yang memiliki kekebalan tubuh rendah, seperti bayi dan anak-anak, ibu hamil, lansia, serta orang-orang dengan gangguan kekebalan tubuh, seperti imunosupresan, penyakit autoimun, dan HIV, gejala penyakit mpox bisa berkembang menjadi lebih berat, bahkan menimbulkan komplikasi hingga kematian.
Faktanya, vaksin memberi perlindungan terhadap infeksi virus mpox dan komplikasi penyakit berat, dengan membangun kekebalan tubuh terhadap serangan virus mpox. Saat ini, vaksin yang tersedia adalah vaksin cacar yang digunakan untuk mencegah penyakit smallpox (cacar), dan telah diteliti dan dikembangkan sehingga dapat digunakan untuk memberi perlindungan terhadap mpox.
Namun, karena ketersediaannya secara global masih terbatas, pemberian vaksin ini diprioritaskan kepada orang-orang yang paling berisiko terkena mpox, yaitu orang-orang yang memiliki riwayat bepergian ke wilayah epidemi mpox atau melakukan kontak erat dengan penderita mpox, serta orang-orang dengan gangguan kekebalan tubuh (imunosupresan) dan penyakit autoimun.
Faktanya, mpox bisa menyerang siapa saja dari segala usia, walaupun anak-anak memang lebih rentan karena sistem kekebalan tubuhnya masih lemah. Waspadai risiko terinfeksi virus mpox, terutama bagi orang-orang yang pernah melakukan kontak erat dengan penderita mpox, serta memiliki perilaku hubungan seksual berisiko tinggi.
Covid-19 adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan saluran pernapasan atas, yang penularan serta penyebarannya tidak sama dengan mpox atau penyakit cacar monyet. Vaksin yang diberikan untuk memerangi pandemi Covid-19 juga tidak mengandung virus hidup, sehingga tidak ada keterkaitannya dengan kemunculan penyakit cacar monyet di tahun 2022.
Selain itu juga, penyakit cacar monyet sudah ditemukan pada tahun 1958 oleh para peneliti di Denmark yang sedang melakukan penelitian terhadap sekumpulan monyet. Kemudian, penyakit ini ditemukan pertama kalinya pada manusia di tahun 1970, sehingga bukan merupakan penyakit baru seperti Covid-19.
Sebagian besar orang yang terinfeksi mpox biasanya akan mengalami gejala-gejala ringan, seperti demam, sakit kepala, nyeri otot dan sakit punggung, merasa lemas dan kelelahan, serta mengalami pembengkakan kelenjar getah bening.
Kemudian, pada kulit wajah, telapak tangan, telapak kaki dan selangkangan akan muncul ruam atau lesi, yang berawal dari bintik-bintik merah kemudian berkembang menjadi lepuhan berisi cairan bening atau nanah yang gatal. Pada beberapa kasus, ruam dan lesi ini kadang juga muncul di dalam rongga mulut. Namun, semua gejala ini biasanya akan sembuh setelah 2-4 minggu dengan perawatan pendukung dan pengobatan untuk meredakan gejala-gejalanya.
Meski demikian, pada orang-orang dengan gangguan kekebalan dan penyakit penyerta, gejala-gejala mpox bisa berkembang menjadi berat, bahkan menjadi komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian. Contoh komplikasi yang dapat terjadi antara lain infeksi bakteri serius dari luka di kulit, kerusakan pada mata, radang paru-paru (pneumonia), radang otot jantung (miokarditis), dan radang otak (ensefalitis).
Penyakit Mpox tidak dapat sembuh sendiri tanpa perawatan medis. Jika gejala-gejala yang dialami ringan, pengobatan yang dilakukan adalah untuk meredakan gejalanya, seperti pemberian obat pereda nyeri dan demam, serta pemulihan luka. Jangan menggaruk luka, dan bersihkan dengan air antiseptik dan tangan yang telah dicuci bersih, untuk mencegah infeksi pada lesi dan luka. Anda pun dapat mengobati luka-luka yang ada di mulut dengan berkumur air garam.
Selama proses pemulihan, Anda juga harus memastikan kecukupan asupan makanan sehat dan air minum, serta tidur. Anda juga bisa melakukan hal-hal yang menyenangkan, seperti berolahraga, relaksasi, mendengarkan musik, dan lain sebagainya untuk menjaga kesehatan mental.
Namun, jika gejala-gejala mpox bertambah berat atau menjadi komplikasi, Anda membutuhkan perawatan medis di rumah sakit dan obat antivirus untuk menyembuhkan luka dan mempercepat pemulihan. Contohnya, obat antivirus cidofovir atau tecovirimat, yang biasa digunakan untuk mengobati penyakit cacar (smallpox).
Jangan meremehkan berbagai mitos dan fakta tentang mpox yang Anda dengar, karena bisa menyebabkan kesalahpahaman yang dapat berakibat fatal jika tidak diluruskan. Selalu cari kebenarannya dari sumber-sumber informasi terpercaya, serta jangan segan untuk bertanya kepada tenaga kesehatan perihal penyakit cacar monyet ini.
Penyakit infeksi emerging yang berkembang pada minggu epidemiologi ke-41 tahun 2024 meliputi Mpox, COVID-19, Polio tipe WPV1 dan tipe cVDPV2, Penyakit Virus West Nile, Legionellosis, Meningitis Meningokokus, Listeriosis, Penyakit Virus Marburg, Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF), Demam Lassa, suspek MERS, suspek Legionellosis, Avian Influenza A(H5N1) pada manusia, Avian Influenza A(H5N1) pada sapi ternak, burung dan unggas. Dokumen selengkapnya terkait "Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging pada Minggu Epidemiologi ke-41 Tahun 2024" dapat dilihat dan didownload (PDF) dalam link berikut!
Bandung, 17 Oktober 2024
Permasalahan kurang gizi pada ibu hamil di Indonesia menjadi perhatian Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan berbagai ahli gizi dunia. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, Menkes Budi berharap berbagai mikronutrien yang dibutuhkan ibu hamil dapat terpenuhi, sehingga terhindar dari berbagai permasalahan seputar kehamilan seperti anemia yang menjadi faktor risiko berat badan lahir rendah (BBLR), dan stunting.
“Penyakit yang menyerang ibu hamil dan anak-anak itu penyakit gizi. Artinya, gizinya banyak kurangnya. Saya baca dari ibu hamil 4,9 juta, yang kena anemia 27 persen. Itu tinggi banget,” kata Menkes Budi dalam acara peluncuran Multiple Mikronutrien Suplementasi (MMS) yang berlangsung di halaman SMA Negeri 27 Bandung, Jawa Barat, Kamis (17/10).
Menyikapi tingginya angka anemia pada ibu hamil, Menkes Budi bersama lembaga kesehatan dunia dan lembaga kesejahteraan anak seperti WHO dan Unicef merekomendasikan penggunaan suplemen MMS untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu hamil.
“Sudah jadi guidance WHO sejak 2020, dan kita baru implementasikan sekarang,” kata Menkes Budi menegaskan.
Menkes Budi menambahkan, berdasarkan penelitian, MMS memiliki kandungan gizi yang dibutuhkan oleh ibu hamil, sehingga dapat mengurangi berbagi risiko yang menyertai kehamilan.
“Hasil penelitian bilang kalau pakai MMS ini, gizinya ibu hamil akan jauh lebih baik. Kemudian, bayinya lahirnya juga lebih sehat, mengurangi bayi lahir yang pendek, dan juga mengurangi bayi lahir yang stunting, dan juga mengurangi kematian bayi.”
Selain itu Menkes Budi berpesan agar ibu hamil mengonsumsi MMS selama 6 bulan masa kehamilan untuk mengurangi risiko BBLR dan stunting.
“Kalau ingin anaknya sehat atau pintar, minum MMS 180 butir selama 180 hari atau enam bulan terus menerus selama hamil. InsyaAllah anaknya sehat dan pintar,” ujar Menkes Budi.
Mengenai kandungan nutrisi dalam MMS, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi menyatakan, setiap tablet MMS mengandung 10 vitamin dan 5 mineral. Nutrisi penting bagi ibu hamil yang terkandung dalam MMS antara lain vitamin A, D, E, C, B1, B2, niasin, B6, B12, asam folat, zat besi, zinc, tembaga, selenium, dan iodin.
“Dalam TTD, terdapat dua kandungan utama, yaitu zat besi dan asam folat. Nah, sekarang dengan multivitamin ini, isinya ditambah sembilan vitamin dan ditambah empat mineral. Jadi, ini Multimicronutrien Supplementation. Jadi, MMS-nya itu dari bahasa Inggris Multi Micronutrient Supplementation,” ujar Dirjen Endang menjelaskan.
Dirjen Maria Endang juga menambahkan, sebagai bentuk dukungan keberlangsungan program MMS multivitamin Ibu Hamil pada masa mendatang, telah diterbitkan Keputusan Menteri Kesehatan NO: HK.01.0/MENKES/1092/2024 tentang Standar Suplemen Zat Gizi Mikro untuk Ibu hamil.
Program MMS yang diluncurkan pada 2024 ini akan dimulai di 209 kabupaten/kota di 15 provinsi terpilih. Pemilihan 15 provinsi ini didasarkan pada angka kejadian BBLR, ibu hamil dengan kekurangan energi kronik (KEK), stunting, populasi padat, dan sasaran ibu hamil yang banyak. Empat provinsi (8 kabupaten/kota) di antaranya merupakan lokasi studi implementasi MMS sebelumnya.
Selain itu, berbagai dukungan lain terkait program MMS di antaranya penerbitan Peraturan Kepala BPOM NO: 15 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 32 Tahun 2022 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Suplemen Kesehatan.
Program MMS juga telah didukung oleh riset implementasi yang dilakukan oleh berbagai universitas seperti Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, dan Universitas Hasanudin.
Sebanyak 1,3 juta botol MMS, masing-masing berisi 180 tablet, telah disiapkan untuk didistribusikan kepada ibu hamil. Kemudian, sosialisasi program telah dilakukan di 209 kabupaten/kota pada 15 provinsi yang menjadi lokus program pada 17-24 September 2024.
Untuk mendukung kemandirian produksi, telah dilaksanakan Coaching Clinic guna memperkuat kapasitas industri lokal dalam menyiapkan produk dalam negeri untuk kepentingan program pemerintah, komersial, dan ekspor pada 8-9 Oktober 2024. Kegiatan ini didukung oleh Universitas Padjadjaran dan PHARCI.
“Saya sangat mengapresiasi dukungan para pakar, universitas, dan seluruh pihak yang telah menyiapkan kegiatan ini, juga 15 provinsi dan 209 kabupaten/kota yang telah mendukung pelaksanaan program MMS Multivitamin Ibu Hamil tahun 2024,” ujar Dirjen Maria Endang.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620 dan alamat email This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.. (RR)
Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid
Senin, 9 September 2024
Kampanye Simpatik Tolak Suap, Pungli dan Gratifikasi Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Ternate dilakukan di Kompleks Bandara Sultan Babullah Ternate
akarta, 9 Oktober 2024
Pandemi COVID-19 telah mengungkap kelemahan-kelemahan dalam sistem kesehatan yang memerlukan perbaikan mendasar. Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan meluncurkan serangkaian reformasi guna memperkuat sistem kesehatan nasional. Transformasi ini didasarkan pada enam pilar utama, yaitu: layanan primer, layanan rujukan, ketahanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan teknologi kesehatan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa langkah penting dalam penguatan transformasi kesehatan ini dimulai dengan pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Regulasi baru ini menjadi landasan dalam membangun sistem kesehatan yang lebih tangguh dan terintegrasi.
“Pengesahan UU Nomor 17 Tahun 2023, yang menggabungkan 11 undang-undang lama, merupakan pencapaian luar biasa di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Regulasi ini dirancang berdasarkan praktik terbaik dari seluruh dunia dan kondisi kesehatan saat ini,” ujar Menkes Budi.
Sebagai bagian dari implementasi UU tersebut, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan UU Kesehatan, yang didukung dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) sebagai aturan turunan.
“Untuk mereformasi sistem kesehatan, kita membutuhkan kerangka regulasi yang kuat dan tata kelola yang baik. Selain itu, pembiayaan yang cukup juga sangat penting untuk mendukung transformasi ini,” tambah Menkes Budi.
Pemenuhan Alat Kesehatan
Menkes Budi juga menyoroti berbagai pencapaian dalam transformasi kesehatan, termasuk dalam layanan primer seperti program imunisasi dan skrining untuk menjaga kesehatan masyarakat. Di sisi layanan rujukan, Kemenkes memastikan rumah sakit di seluruh kabupaten/kota dan provinsi dilengkapi dengan alat kesehatan yang memadai.
“Di layanan rujukan, kami mendistribusikan peralatan medis seperti CT-scan untuk mendeteksi stroke dan alat mammogram untuk skrining kanker payudara. Kami juga mendistribusikan alat kemoterapi dan radioterapi ke berbagai rumah sakit provinsi,” jelasnya.
Salah satu contoh keberhasilan adalah RSUP dr. Ben Mboi di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang kini mampu menangani pasien jantung sehingga masyarakat tidak perlu dirujuk keluar provinsi.
Perbaikan Pendidikan Kedokteran
Transformasi SDM kesehatan juga menjadi prioritas. Menkes Budi menyatakan bahwa sistem pendidikan kedokteran diperbaiki melalui pendekatan berbasis rumah sakit, terutama untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis di Indonesia.
“Kami telah memperkenalkan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis rumah sakit, serta menyederhanakan proses perizinan bagi dokter. Surat Tanda Registrasi (STR) kini berlaku seumur hidup, dan Surat Izin Praktik (SIP) telah disentralisasi dan otomatisasi,” ungkapnya.
Untuk meningkatkan kapasitas pendidikan kedokteran, Kemenkes memberikan beasiswa fellowship kepada dokter spesialis di beberapa negara seperti China, Jepang, dan India.
Digitalisasi Data Kesehatan
Dalam bidang teknologi kesehatan, Kemenkes mengembangkan platform SATUSEHAT untuk mengintegrasikan data kesehatan nasional. Platform ini memungkinkan masyarakat untuk mengakses dan mengelola data kesehatan pribadi dengan lebih mudah.
“Dengan SATUSEHAT, data kesehatan seperti hasil tes kolesterol, riwayat CT-scan, dan obat yang digunakan dapat diakses secara transparan. Ini adalah langkah besar dalam transformasi teknologi kesehatan di Indonesia,” ujar Menkes Budi.
Berita ini disampaikan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi layanan Halo Kemenkes di nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, atau email This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it..
Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik,
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid
Penyakit infeksi emerging yang berkembang pada minggu epidemiologi ke-40 tahun 2024 meliputi Mpox, COVID-19, Polio tipe WPV1 dan tipe cVDPV1, Penyakit Virus West Nile, Legionellosis, Meningitis Meningokokus, Listeriosis, Penyakit Virus Marburg, Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF), suspek MERS, suspek Legionellosis, Avian Influenza A(H5N1) pada sapi ternak dan unggas. Dokumen selengkapnya terkait "Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging pada Minggu Epidemiologi ke-40 Tahun 2024" dapat dilihat dan didownload (PDF) dalam link berikut!
Penyakit infeksi emerging yang berkembang pada minggu epidemiologi ke-38 tahun 2024 meliputi mpox, COVID-19, Polio tipe WPV1 dan tipe cVDPV2, Penyakit virus West Nile, Legionellosis, Meningitis Meningokokus, Listeriosis, penyakit virus Marburg, Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF), suspek MERS, Avian Influenza A(H5N1) pada burung dan unggas. Dokumen selengkapnya terkait "Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging pada Minggu Epidemiologi ke-39 Tahun 2024" dapat dilihat dan didownload (PDF) dalam link berikut!
Penyakit infeksi emerging yang berkembang pada minggu epidemiologi ke-38 tahun 2024 meliputi COVID-19, Mpox, Polio tipe WPV1 dan tipe cVDPV2, Penyakit virus West Nile, Legionellosis, Meningitis Meningokokus, Listeriosis, Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF), Avian Influenza A(H9N2), Avian Influenza A(H5N1) pada unggas, Demam Kuning, MERS, dan Demam Lassa. Dokumen selengkapnya terkait "Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging pada Minggu Epidemiologi ke-38 Tahun 2024" dapat dilihat dan didownload (PDF) dalam link berikut!
Penyakit infeksi emerging yang berkembang pada minggu epidemiologi ke-37 tahun 2024 meliputi COVID-19, Mpox, Avian Influenza A(H5N1) pada manusia dan unggas, Polio tipe WPV1 dan cVPDV2, Penyakit virus West Nile, Legionellosis, Meningitis Meningokokus, Listeriosis, Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF), Penyakit Virus Nipah dan Penyakit Virus Hanta. Dokumen selengkapnya terkait "Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging pada Minggu Epidemiologi ke-37 Tahun 2024" dapat dilihat dan didownload (PDF) dalam link berikut!
Penyakit infeksi emerging yang berkembang pada minggu epidemiologi ke-36 tahun 2024 meliputi COVID-19, Mpox, Avian Influenza A(H9N2) pada manusia, Polio tipe WPV1 dan cVPDV2, Penyakit virus West Nile, Legionellosis, Meningitis Meningokokus, Listeriosis, dan Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF), dan Suspek Mers. Dokumen selengkapnya terkait "Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging pada Minggu Epidemiologi ke-36 Tahun 2024" dapat dilihat dan didownload (PDF) dalam link berikut!