Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Ternate

Berita Kegiatan

- admin -

- admin -

Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging Minggu Epidemiologi ke-30 Tahun 2024Unduh Disini

Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging Minggu Epidemiologi ke-30 Tahun 2024Unduh di sini

Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat Triwulan II Tahun 2024 : 86.16 kategori Baik

Periode Penilaian 01 April-30 Juni 2024

Situasi TBC di Indonesia

Tuberkulosis menjadi salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian serius karena kasusnya meningkat dari tahun ke tahun. Mengutip data dari Global TB Report 2023, Indonesia menjadi negara kedua di dunia yang menempati peringkat tertinggi dengan estimasi kasus TBC sebanyak 1.060.000 dan jumlah kematian mencapai 134.000 per tahun. Angka kematian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, Indonesia mencatatkan lebih dari 724.309 kasus TBC baru dan jumlahnya meningkat menjadi 792.404 kasus pada tahun 2023.

Tren peningkatan kasus ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia yang menargetkan eliminasi TBC pada tahun 2030. Berbagai pendekatan dan program telah dilakukan untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan TBC di berbagai wilayah di Indonesia. Dalam teori yang dikemukakan oleh H.L Bloom (1974) menyatakan bahwa salah satu aspek penting yang mempengaruhi status kesehatan seseorang adalah budaya. Oleh, karena itu, dibutuhkan pendekatan dari aspek budaya dalam upaya pencegahan penularan TBC di Indonesia.

 

Tuberkulosis (TBC) dan Transmisinya

Tuberkulosis (TBC) atau sering disebut dengan TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang organ tubuh seperti paru-paru, selain itu juga dapat menginfeksi organ tubuh lainnya seperti kulit, kelenjar getah bening, tulang belakang, kulit, hingga jantung. Proses penularan Tuberkulosis (TBC) umumnya terjadi melalui udara. Ketika penderita TBC aktif memercikkan lendir atau dahak saat batuk atau bersin, bakteri penyebab TBC akan ikut keluar melalui lendir tersebut dan terbawa ke udara. Selanjutnya, bakteri TB akan masuk ke tubuh orang lain melalui udara yang dihirupnya. Saat penderita TBC batuk atau bersin tanpa menutup mulut, bakteri akan tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet. 

 

Integrasi Nilai-Nilai Budaya Lokal dalam Program Kesehatan

Kebudayaan lokal memainkan peranan penting dalam upaya pencegahan Tuberkulosis (TBC) di Indonesia. Sebagai contoh upaya pencegahan TBC di Puskesmas Makale Kabupaten Tana Toraja menunjukkan hasil yang bermakna dalam pengembangan media edukasi dan program intervensi yang dilakukan dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal dalam kampanye sosial, penyuluhan, dan kegiatan partisipatif yang membuat masyarakat mengadopsi perilaku pencegahan TBC. Selain itu, pemberian intervensi berbasis budaya berhasil meningkatkan efikasi diri pencegahan tuberkulosis. Pendekatan budaya yang diterapkan melalui strategi promosi kesehatan yang disajikan dalam bentuk dakwah Islami oleh para kiai. Berbagai pendekatan tersebut mulai dari nilai budaya, nilai sosial, dan spiritual memiliki hubungan yang erat terhadap kesehatan.

Kebudayaan lokal juga dapat berpengaruh pada peningkatan partisipasi komunitas dalam program pencegahan TBC. Terciptanya komunitas yang terorganisir dan kuat dapat mendorong mobilitas upaya pencegahan TBC menjadi lebih efektif. Kebudayaan lokal yang digunakan dalam strategi pencegahan ini dapat mendorong gotong royong dan keterlibatan aktif agar dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam skrining TBC, penyuluhan, dan kampanye vaksinasi. Sejalan dengan itu, Puskesmas juga dapat membangun kemitraan yang lebih kuat dengan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan partisipasi dalam pencegahan TBC.

Peran Masyarakat dalam Upaya Eliminasi TBC 

  1. Berpartisipasi dalam pelaksanaan vaksinasi BCG bagi bayi baru lahir.

  2. Melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan cuci tangan dengan sabun di air yang mengalir, mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang, memakai masker saat berinteraksi dengan orang yang menunjukkan gejala TBC, serta memastikan rumah memiliki ventilasi atau sirkulasi udara yang baik.

  3. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dengan melakukan aktivitas fisik  seperti berjalan kaki, bersepeda,dan lari, serta mengikuti kegiatan deteksi dini kesehatan. 

Selain menginformasikan tentang gejala, cara penularan, dan langkah-langkah pencegahan kepada keluarga, upaya lain yang dapat dilakukan untuk mencegah transmisi penularan TBC adalah dengan memberikan dukungan emosional, mencegah stigma dan diskriminasi terhadap keluarga dan pasien TBC dengan tidak memberikan label negatif untuk mendorong upaya pencegahan dan pengobatan. Membantu dalam proses perencanaan program kesehatan untuk pencegahan TBC dapat memperkaya dengan perspektif nilai-nilai budaya lokal. 

sumber : https://ayosehat.kemkes.go.id/memutus-rantai-transmisi-penularan-tuberkulosis-melalui-pendekatan-budaya-

Malaria adalah salah satu penyakit yang mematikan di dunia, dan banyak ditemukan di daerah tropis seperti indonesia. Itulah sebabnya, pemerintah terus berupaya mengatasi penyakit ini demi mewujudkan Indonesia bebas malaria pada tahun 2024. 

Penyakit malaria disebabkan oleh infeksi parasit plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, yang beredar pada petang sampai pagi hari. Parasit ini akan menetap di organ hati, berkembang biak, kemudian menyerang sel-sel darah merah. 

Penyebab Malaria

Malaria tidak ditularkan melalui kontak langsung dari orang ke orang, melainkan gigitan nyamuk. Namun, malaria bisa juga ditularkan dengan cara-cara berikut ini.

  • Dari ibu kepada bayi dalam kandungannya

  • Jarum suntik

  • Tranfusi darah

  • Transplantasi organ

Terdapat empat jenis parasit plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi malaria pada manusia, yaitu

  1. Plasmodium Vivax
    Penyebab malaria tertiana ringan yang terjadi setiap 3 hari. Jenis malaria ini adalah yang paling umum dan banyak terjadi. Meski bergejala ringan, seperti demam dan menggigil, diare dan merasa lelah, penyakit malaria tertiana bisa melemahkan kekebalan tubuh.

  2. Plasmodium Falciparum
    Penyebab malaria tropika yang banyak ditemukan di Afrika, Asia Tenggara, dan Amerika Selatan. Jika tidak ditangani dengan baik, malaria tropika dapat menimbulkan gangguan pada otak dan sistem saraf, serta kelumpuhan dan kejang. Plasmodium falciparum menempati urutan pertama penyebab kematian akibat malaria.

  3. Plasmodium Malariae
    Penyebab malaria quartana yang jarang terjadi. Gejala yang timbul berselang empat hari sekali, seperti demam dan menggigil.

  4. Plasmodium Ovale
    Penyakit malaria yang jarang terjadi, dan banyak ditemukan di negara-negara Afrika, Ghana, Nigeria dan Liberia. Gejalanya mirip seperti malaria quartana, yaitu demam dan menggigil, nyeri sendi dan diare. Parasitnya bisa menetap di organ hati hingga 4 tahun, hingga penyakit ini bisa kambuh kembali.

Faktor Risiko Malaria

Malaria dapat terjadi pada siapa saja. Namun, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terinfeksi malaria, yaitu

  1. Usia
    Anak berusia di bawah lima tahun lebih rentan terinfeksi penyakit malaria. Orang tua dan wanita hamil juga memiliki risiko kematian lebih tinggi akibat penyakit malaria.

  2. Tempat tinggal
    Orang-orang yang tinggal di wilayah tropis dan sub tropis, termasuk Indonesia, lebih rentan terkena penyakit ini, karena nyamuk penyebab malaria hidup di iklim tropis.

  3. Minim fasilitas kesehatan
    Minimnya akses dan ketersediaan fasilitas kesehatan di suatu wilayah dapat meningkatkan risiko penularan dan berkembangnya penyakit menjadi kondisi yang lebih buruk. 

Gejala Malaria

Waspadai jika Anda mengalami berbagai keluhan ini, karena bisa jadi merupakan gejala penyakit malaria. Gejala-gejala ini bisa muncul beberapa minggu setelah tergigit nyamuk dan terinfeksi parasit plasmodium, yaitu

  1. Demam

  2. Menggigil (panas dingin)

  3. Sakit kepala

  4. Berkeringat

  5. Lesu dan letih

  6. Mual dan sakit perut

  7. Muntah

  8. Diare

  9. Nyeri otot

  10. Hilang selera makan

  11. Napas cepat

  12. Detak jantung meningkat

Segera periksakan diri ke dokter atau puskesmas, jika mengalami gejala-gejala di atas untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

Pencegahan Malaria

Penularan infeksi malaria bisa dicegah jika kita tahu apa itu malaria dan melakukan berbagai hal berikut ini:

  1. Tingkatkan daya tahan tubuh, dengan
    • Pola makan sehat dan bergizi seimbang
    • Beraktivitas fisik minimal 30 menit setiap hari
    • Cukup tidur
    • Cukup minum air putih
    • Tidak merokok
    • Hindari minuman beralkohol

BACA: Ayo Hidup Sehat Hari Ini

  1. Hindari gigitan nyamuk malaria, dengan
    • Memasang kawat/kasa di jendela dan ventilasi rumah
    • Menyemprot ruangan dengan obat anti nyamuk
    • Tidur memakai kelambu atau oleskan krim anti nyamuk
    • Memakai pakaian tertutup, seperti kemeja lengan panjang dan celana panjang jika keluar rumah di malam hari
  1. Menjaga kebersihan lingkungan, dengan 
    • Membersihkan lingkungan dan peralatan rumah tangga secara rutin
    • Tidak membiarkan air tergenang di sekitar rumah
    • Menutup penampungan air jika sedang tidak digunakan
    • Tidak menggantung pakaian atau kain bekas pakai dekat tempat tidur

Pengobatan Malaria

Penyakit malaria bisa disembuhkan dengan penggunaan obat-obatan. Lama pengobatannya tergantung dari kapan dan lokasi seseorang terinfeksi, usia, dan kondisi (sedang hamil, komplikasi penyakit lainnya). Namun, secara umum penyakit malaria bisa disembuhkan dalam dua minggu dengan pengobatan yang tepat. Berikut adalah obat-obatan yang biasa digunakan untuk menyembuhkan penyakit malaria:

  1. Pil Kina
    Pil kina atau klorokuin fosfat merupakan obat untuk memerangi infeksi parasit. Namun, di banyak tempat parasit plasmodium sudah resisten terhadap klorokuin fosfat, sehingga bukan lagi merupakan pengobatan yang efektif.

  2. Terapi Kombinasi Berbasis Artemisinin (ACT)
    Kementerian Kesehatan RI dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan Artemisinin-based Combination Therapy (ACT) sebagai pengobatan untuk menyembuhkan penyakit malaria. Terapi ini memadukan dua atau lebih obat untuk melawan parasit malaria dengan cara yang berbeda, seperti artemether-lumefantrine (Coartem) dan artesunate-mefloquine.

Jika malaria tidak diobati dan ditangani dengan baik, dapat mengakibatkan berbagai komplikasi yang membahayakan kesehatan, bahkan kematian. Beberapa gangguan kesehatan yang timbul jika malaria tidak diobati, antara lain

  1. Anemia
    Kerusakan sel-sel darah merah oleh parasit malaria lambat laun akan menyebabkan anemia parah.

  2. Kerusakan pada otak
    Kerusakan pada sel-sel darah merah dapat menyebabkan pembengkakan pada otak yang meningkatkan risiko kerusakan otak permanen, kejang hingga koma.

  3. Kegagalan organ tubuh
    Parasit penyebab malaria dapat menimbulkan gangguan pada fungsi organ tubuh, seperti ginjal, hati, dan limpa, yang dapat mengakibatkan kematian.

  4. Gangguan pernapasan
    Penderita malaria dapat mengalami kesulitan bernapas akibat cairan yang terkumpul dalam paru-paru (edema paru).

  5. Kerusakan pada sistem saraf
    Parasit plasmodium falciparum dapat menginfeksi sistem saraf pusat, mengakibatkan gangguan neurologis, seperti kejang, kebingungan, bahkan kelumpuhan. 

Tetap konsisten menjalankan pola hidup sehat dan mempelajari lebih banyak apa itu malaria, agar kita semua bisa mewujudkan Indonesia bebas malaria tahun ini dan seterusnya.

sumber : https://ayosehat.kemkes.go.id/apa-itu-malaria

Setiap kali bergerak, kita sebenarnya memberi kekuatan pada teman setia dalam tubuh kita, yaitu jantung. Fakta menariknya, jantung kita suka berolahraga! Dalam tulisan ini, kita akan membahas mengapa berolahraga penting untuk menjaga kesehatan jantung dan bagaimana kita bisa melakukannya dengan mudah.

Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat, orang yang jarang bergerak memiliki risiko penyakit jantung hampir dua kali lebih besar daripada mereka yang rajin beraktivitas. Ini menggambarkan betapa pentingnya olahraga untuk menjaga jantung tetap sehat.

Penyebab Penyakit Jantung

Jantung yang sehat ditandai dengan tekanan darah normal, yaitu 120/80 mmHg, serta detak jantung yang normal. Cara menghitungnya dengan menekan nadi yang ada di pergelangan tangan. Jika denyutan pada nadi berjumlah 60 hingga 100 per menit, tandanya jantung Anda sehat.

Penyakit jantung terjadi ketika ada gangguan pada fungsi jantung meliputi pembuluh darah, selaput jantung, katup jantung dan otot jantung. Hal ini mengurangi kemampuan jantung untuk memompa darah dengan baik, yang akan menyebabkan gangguan pada sirkulasi darah dan masalah kesehatan yang serius.

Penyakit jantung bisa disebabkan oleh berbagai hal, yaitu

  1. Sumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah jantung yang menyebabkan penyakit jantung koroner. Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari kolesterol tinggi, kebiasaan merokok, obesitas, hingga kurangnya aktivitas fisik.

  2. Gangguan pada irama jantung, yang dikenal sebagai aritmia. Penyebabnya bisa bermacam-macam, salah satunya stress.

  3. Penyakit jantung bawaan, yaitu kelainan jantung sejak lahir. Pemicunya bisa karena riwayat penyakit jantung dalam keluarga atau kondisi gizi buruk yang mempengaruhi pertumbuhan organ tubuh janin dalam kandungan.

 

BACA: Apa Itu Penyakit Jantung

 

Gejala Penyakit Jantung

Penyakit jantung seringkali terlambat dideteksi, karena gejalanya kebanyakan jarang dirasakan. Segera periksakan diri jika Anda menemukan atau merasakan gejala-gejala seperti ini

  • Rasa nyeri atau tidak nyaman pada dada

  • Dada berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur

  • Kesulitan bernapas atau sesak napas

  • Lelah atau merasa lemas

  • Mengalami pembengkakan pada kaki atau bagian kaki lainnya

  • Sakit kepala atau pingsan

Bagaimana Olahraga Melindungi Jantung Kita?

Inilah 5 alasan mengapa kita harus berolahraga untuk menjaga kesehatan jantung.

  • Tekanan Darah Terkendali

    Olahraga membantu menjaga tekanan darah tetap normal. Aktivitas seperti berenang, jalan santai, atau menari bisa membantu mengontrol tekanan darah.

 

  • Oksigen untuk Tubuh

    Olahraga membuat otot kita kuat, sehingga tubuh lebih efisien dalam mengambil oksigen dari darah. Ini membantu jantung bekerja lebih baik.

 

  • Menjaga Berat Badan Ideal

    Dengan berolahraga, kita membakar kalori. Hal ini membantu menjaga berat badan ideal dan mengontrol kadar kolesterol.

 

  • Redakan Stres

    Olahraga membuat kita merasa lebih baik dan mengurangi stres, sehingga membantu menjaga tekanan darah tetap normal.

 

  • Kolesterol Baik Meningkat

    Olahraga baik mendukung "kolesterol baik" atau HDL, yang membersihkan arteri dari kolesterol berbahaya.

Aktivitas Fisik yang Direkomendasikan untuk Kesehatan Jantung

Olahraga tidak harus dengan intensitas tinggi. Bahkan aktivitas fisik yang sederhana bisa memberikan manfaat besar bagi kesehatan jantung kita. Berikut adalah beberapa jenis olahraga yang direkomendasikan:

  • Berjalan Cepat

    Aktivitas ini merupakan cara paling sederhana untuk memulai hidup aktif. Cukup dengan berjalan cepat selama 30 menit setiap hari, Anda sudah memberikan dukungan yang besar bagi kesehatan jantung.

 

  • Berenang

    Berenang adalah olahraga yang baik untuk semua usia. Olahraga renang melibatkan hampir semua otot tubuh, memberikan beban pada jantung dan memperkuatnya.

 

  • Lari Ringan

    Jika Anda menyukai lari, cobalah melakukan lari ringan. Mulai dari jogging selama beberapa menit dan tingkatkan secara bertahap. Ini membantu meningkatkan kapasitas jantung dan pernapasan.

 

  • Menari

    Menari bukan hanya menyenangkan, tetapi juga merupakan bentuk olahraga yang bagus. Gerakan ritmis membantu memperkuat jantung dan meningkatkan sirkulasi darah.

 

  • Bersepeda

    Bersepeda adalah cara menyenangkan untuk berolahraga. Anda bisa bersepeda di alam terbuka atau bahkan di dalam ruangan menggunakan sepeda statis.

 

Bagaimana Cara Memulainya?

Jika Anda baru memulai hidup aktif, jangan langsung memaksakan diri. Anda bisa memulai dengan intensitas yang sesuai dengan kondisi tubuh Anda. Anda bisa memulai dengan berjalan kaki selama beberapa minggu, kemudian menggabungkan olahraga lainnya seperti berenang atau bersepeda. Jangan lupa untuk selalu berkonsultasi kepada dokter terlebih dahulu, terutama jika Anda memiliki kondisi kesehatan tertentu.

Mari alokasikan waktu untuk berolahraga setiap hari. 30 menit adalah waktu yang cukup untuk melakukan jalan cepat atau olahraga ringan. Jika bisa, tambahkan juga latihan penguatan otot dalam rutinitas. Ini adalah investasi terbaik bagi kesehatan jantung kita.

Jadi, mari jaga jantung kita dengan berolahraga dan tetap bahagia. Dengan bergerak, kita tidak hanya menjaga jantung kita tetap sehat, tetapi juga mendapatkan energi positif untuk kehidupan yang lebih baik. Ingat, langkah pertama menuju jantung yang kuat adalah langkah yang berharga. Jaga kesehatan, jaga keselamatan!

sumber : https://ayosehat.kemkes.go.id/cara-menjaga-kesehatan-jantung

Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat Triwulan I Tahun 2024 : 89,49

Penyakit jantung dan pembuluh darah terus menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia, bertanggung jawab atas angka kematian dan kesakitan yang signifikan. Penyakit Jantung Koroner,  Gangguan irama jantung, seperti atrial fibrilasi dapat berkontribusi pada terjadinya gagal jantung dan merupakan manifestasi klinis yang paling umum dan serius dari penyakit kardiovaskular. Menurut data dari World Health Organization, penyakit jantung koroner dan stroke bersama-sama bertanggung jawab atas lebih dari 15 juta kematian setiap tahun secara global, menjadikannya penyebab kematian nomor satu di dunia.

Di antara berbagai faktor risiko penyakit jantung, beberapa seperti kolesterol tinggi, diabetes, hipertensi dan merokok mungkin sudah umum dikenali. Namun, ada juga penyebab penting lainnya yang sering kali terlewatkan, yaitu Mengorok disertai Henti Nafas, atau istilah medisnya Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA adalah gangguan tidur di mana individu mengalami berhenti nafas berulang selama tidur, yang seringkali disertai dengan mengorok keras. Statistik menunjukkan bahwa sekitar 26% populasi dewasa mungkin menderita OSA, dengan mayoritas kasus yang tidak terdiagnosis karena banyak orang yang mengalaminya tidak menyadari gejala mereka.

Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang bagaimana OSA mempengaruhi kesehatan kita, khususnya kesehatan kardiovaskular dan mengapa penting untuk tidak mengabaikan gejala seperti mengorok dan henti nafas selama tidur. Hal yang akan dibahas dalam artikel ini antara lain: Apa yang dimaksud dengan OSA? Bagaimana Gejalanya? Bagaimana dampaknya terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah seperti hipertensi, atrial fibrilasi, dan gagal jantung.  Selain itu, artikel ini juga akan mengulas bagaimana diagnosis OSA ditegakkan dan dikelola sehingga risiko komplikasi jantung bisa dicegah.

Apa yang Terjadi Ketika Terjadi Obstructive Sleep Apnea (OSA)?

Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah gangguan tidur yang serius, di mana individu mengalami penyumbatan berulang pada saluran napas atas selama tidur. Ini mengakibatkan henti napas berulang dan penurunan signifikan dalam aliran udara. Fenomena ini tidak hanya mengganggu kualitas tidur tetapi juga mempengaruhi berbagai sistem di tubuh kita. Pemahaman mengenai apa yang apa yang terjadi terjadinya OSA diperlukan untuk memahami dampaknya.  Berikut adalah uraian tentang apa yang terjadi selama episode OSA:

1. Penutupan Jalan Napas

Selama tidur, otot-otot di sekitar tenggorokan dan lidah biasanya mengendur. Bagi individu dengan OSA, relaksasi ini berlebihan sehingga jaringan lunak di bagian belakang tenggorokan jatuh dan menyumbat saluran napas. Ini mencegah aliran udara masuk ke paru-paru. Penyumbatan ini bisa total (apnea) atau parsial (hipopnea).

2. Henti Napas

Ketika jalan napas terhalang, tidak ada oksigen yang masuk, dan ini menghentikan pernapasan. Episode ini bisa berlangsung selama beberapa detik hingga lebih dari satu menit. Selama ini, kadar oksigen dalam darah bisa turun secara dramatis.

3. Upaya untuk Bernapas

Meskipun jalan napas terhalang, upaya untuk bernapas tetap berlanjut. Ini menciptakan tekanan negatif di dada, mencoba menarik udara masuk melalui jalan napas yang tersumbat. Tekanan negatif ini bisa memiliki efek mekanis langsung pada jantung dengan mempengaruhi cara jantung mengisi dan memompa darah.

4. Mikro Bangun (Micro Arausal)

Pada titik tertentu, otak menyadari bahwa tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen dan memicu "mikro bangun" atau arousal. Ini adalah perubahan singkat dan tiba-tiba dari tidur dalam ke tidur lebih ringan atau keadaan setengah terjaga, yang seringkali tidak disadari oleh individu tersebut. Arousal ini memungkinkan otot-otot tenggorokan untuk mengencang kembali dan membuka jalan napas, memungkinkan pernapasan untuk dimulai lagi.

5. Kembali Tidur

Setelah jalan napas terbuka dan pernapasan dinormalisasi, individu biasanya kembali tidur dengan cepat. Namun, karena siklus ini bisa terjadi puluhan hingga ratusan kali dalam satu malam, tidur menjadi sangat terfragmentasi dan kualitasnya menjadi sangat buruk.

Dampak langsung dari episode OSA meliputi kelelahan di siang hari, sakit kepala pagi, dan suasana hati yang buruk karena tidur yang tidak berkualitas. Jika tidak diobati, OSA juga meningkatkan risiko kondisi jangka panjang yang lebih serius, termasuk hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan stroke.

Dampak OSA terhadap Jantung dan Pembuluh Darah

Obstructive Sleep Apnea (OSA) tidak hanya mengganggu kualitas tidur tetapi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan jantung dan pembuluh darah. Berikut ini adalah beberapa cara utama OSA mempengaruhi jantung dan pembuluh darah:

1. Hipertensi

OSA dikaitkan dengan peningkatan risiko hipertensi, yang merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung. Ketika seseorang mengalami henti napas berulang selama tidur, tubuh mengalami penurunan kadar oksigen darah, yang memicu respon dari sistem saraf simpatik untuk meningkatkan tekanan darah. Respons ini, yang dimaksudkan untuk mempercepat aliran darah dan meningkatkan oksigenasi, dapat berkontribusi pada tekanan darah tinggi yang kronis, bahkan saat seseorang terjaga.

2. Atrial Fibrilasi

Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan OSA memiliki risiko lebih tinggi mengalami atrial fibrilasi, sebuah jenis aritmia di mana atrium jantung berkontraksi secara tidak normal. Ketegangan pada jantung akibat upaya berulang untuk bernapas melawan sumbatan jalan napas, bersama dengan stres oksidatif dan inflamasi yang disebabkan oleh kejadian hipoksia berulang, dapat merusak struktur dan fungsi jantung, meningkatkan risiko atrial fibrilasi.

3. Penyakit Jantung Koroner

Fluktuasi oksigen dan tekanan darah yang terjadi akibat OSA dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Kekurangan oksigen berulang dapat mempercepat proses aterosklerosis, di mana plak terbentuk di dalam arteri yang memasok darah ke jantung. Ketika plak ini pecah atau menyumbat arteri, bisa terjadi serangan jantung.

4. Gagal Jantung

OSA secara langsung mempengaruhi kinerja jantung. Serangan berulang dari hipoksia dan fluktuasi tekanan intratorakal dapat menyebabkan peningkatan beban kerja jantung yang secara bertahap bisa melemahkan otot jantung, mengarah pada gagal jantung. Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara efisien dapat mengakibatkan kelelahan, sesak napas, dan kemampuan berkurang untuk melakukan aktivitas fisik.

5. Peningkatan Risiko Stroke

OSA juga meningkatkan risiko stroke, yang terjadi ketika pasokan darah ke sebagian otak terhambat. Gangguan dalam pola tidur dan peningkatan tekanan darah yang berhubungan dengan OSA dapat mempengaruhi sirkulasi darah otak dan meningkatkan risiko pembentukan gumpalan darah.

6. Meningkatnya Risiko Diabetes

Selain dampak pada kesehatan kardiovaskular, OSA juga berkontribusi terhadap peningkatan risiko diabetes tipe 2. Gangguan tidur dan hipoksia intermiten yang terjadi selama OSA mengganggu keseimbangan hormon dan sensitivitas insulin. Kualitas tidur yang buruk dan gangguan tidur terkait dengan OSA sering kali meningkatkan produksi hormon lapar, seperti ghrelin, sementara mengurangi produksi hormon yang menyebabkan rasa kenyang, seperti leptin. Peningkatan hormon lapar ini, ketika digabungkan dengan rasa lelah yang ditimbulkan oleh kualitas tidur yang buruk, mendorong penderita OSA untuk makan berlebih. Lebih lanjut, kelelahan dan kurangnya energi yang disebabkan oleh tidur yang terganggu membuat individu dengan OSA cenderung mengurangi aktivitas fisik. Kombinasi dari asupan kalori yang tinggi dan aktivitas fisik yang rendah memicu kenaikan berat badan, yang selanjutnya memperburuk resistensi insulin dan meningkatkan risiko diabetes. Ini menciptakan lingkaran setan antara OSA, obesitas, dan diabetes yang dapat sulit untuk dipecahkan tanpa intervensi medis yang efektif.

Bagaimana mendiagnosis OSA?

Secara klinis, kemungkinan terjadinya OSA meningkat jika seseorang memiliki keluhan seperti mengorok keras yang konsisten, sering terbangun tiba-tiba di malam hari, sensasi tersedak atau sesak napas saat tidur, serta kelelahan yang ekstrem atau kantuk di siang hari meskipun telah tidur malam yang cukup. Gejala ini menunjukkan gangguan dalam kualitas dan efektivitas tidur yang mungkin disebabkan oleh OSA.

Selain gejala-gejala tersebut, terdapat faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan seseorang menderita OSA. Faktor-faktor ini termasuk kelebihan berat badan atau obesitas, lingkar leher yang besar, adanya riwayat keluarga dengan OSA, usia yang lebih tua, dan struktur anatomi yang mempengaruhi jalan napas seperti rahang yang kecil, tonjolan pada atap mulut yang tinggi, atau pembesaran amandel. Pria juga cenderung lebih berisiko mengalami OSA dibandingkan wanita, meskipun wanita pasca-menopause juga mengalami peningkatan risiko.

Dalam proses diagnosis, konfirmasi visual dari orang yang tidur satu ruangan, seperti pasangan, menjadi sangat berharga. Pasangan tidur dapat memberikan observasi apakah terjadi periode ketika pasien tampak berhenti bernapas selama tidur atau mengalami kesulitan bernapas yang diikuti dengan suara tersedak atau gasping. Informasi ini sangat membantu dalam mengarahkan kebutuhan untuk pemeriksaan lebih lanjut seperti Polisomnografi (PSG) yang dilakukan di laboratorium tidur, di mana diagnosis OSA dapat dikonfirmasi secara definitif melalui pengamatan langsung terhadap pola tidur dan pernapasan pasien.

Evaluasi dan Diagnosis OSA melalui Polisomnografi (PSG) / Sleep Study

Polisomnografi (PSG) adalah pemeriksaan esensial untuk mendeteksi dan mengelola OSA. Melalui serangkaian pemantauan yang terintegrasi selama tidur, PSG menyediakan gambaran komprehensif tentang berbagai aspek fisiologis tidur yang bisa terganggu oleh OSA. Pemeriksaan ini sudah bisa dilakukan dibeberapa RS Swasta ternama di Indonesia. Selama sesi PSG, pasien tidur di fasilitas yang diawasi ketat, sementara berbagai sensor merekam aktivitas fisiologisnya.

Pemantauan yang pertama adalah Elektroensefalogram (EEG), yang merekam aktivitas gelombang otak untuk menilai tahap dan kedalaman tidur. Ini sangat penting untuk membedakan antara tahap tidur yang berbeda dan melihat bagaimana OSA mengganggu siklus tidur normal. OSA sering mengacaukan arsitektur tidur normal, menyebabkan transisi berulang dari tidur dalam ke tidur ringan atau bangun, yang mengurangi efektivitas tidur dan menyebabkan kelelahan di siang hari.

Elektrookulogram (EOG) adalah pemantauan kedua, yang mendeteksi gerakan mata untuk membantu mengidentifikasi tahap tidur, terutama REM (Rapid Eye Movement). Pentingnya tahap REM tidak bisa diremehkan karena esensial untuk pemulihan kognitif dan memori. Gangguan tidur seperti OSA dapat mempengaruhi proporsi dan durasi tidur REM, sering dikaitkan dengan penurunan kinerja mental dan suasana hati pada hari berikutnya.

Pemantauan Aliran Napas adalah indikator langsung dari episode apnea dan hipopnea yang khas OSA. Pemantauan ini mendeteksi henti napas atau pengurangan aliran napas selama tidur, yang secara langsung mempengaruhi pertukaran gas dan menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Sensor oksigen darah mengukur kadar oksigen dalam darah dan mendeteksi periode hipoksemia, menandakan seberapa serius OSA mempengaruhi fisiologi pasien. Hipoksemia berulang dapat berdampak negatif pada organ vital dan sistem tubuh, termasuk jantung dan otak.

Selain itu, Elektrokardiogram (EKG) memonitor aktivitas elektrikal jantung untuk mendeteksi adanya gangguan irama jantung, yang sering terjadi pada pasien OSA. OSA dikaitkan dengan sejumlah komplikasi kardiovaskular, termasuk fibrilasi atrium dan aritmia lainnya. Pengawasan EKG selama tidur membantu mengidentifikasi risiko ini lebih awal. Pemantauan tekanan darah berkala selama tidur juga penting, karena OSA dapat menyebabkan fluktuasi dalam tekanan darah, membantu mengidentifikasi hipertensi nokturnal sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular. Melalui komponen-komponen ini, PSG tidak hanya memvalidasi keberadaan OSA tapi juga menilai tingkat keparahannya dan efeknya terhadap kesehatan secara keseluruhan, yang penting untuk pengembangan rencana pengobatan yang efektif dan terpersonalisasi.

Tatalaksasana Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Di Indonesia, diagnosis Obstructive Sleep Apnea (OSA) sering kali dimulai dengan wawancara medis dan pemeriksaan fisik. Melalui wawancara, dokter dapat mengumpulkan informasi tentang gejala yang dialami pasien seperti mengorok, sering terbangun malam hari, dan rasa lelah yang tidak kunjung hilang meskipun sudah tidur cukup. Pemeriksaan fisik mungkin meliputi penilaian struktur anatomi rongga mulut dan tenggorokan, pengecekan berat badan dan indeks massa tubuh (BMI), serta penilaian kondisi kesehatan umum untuk melihat adanya faktor risiko lain.

Untuk kasus ringan, seringkali dokter akan merekomendasikan perubahan gaya hidup sebagai langkah awal pengobatan. Perubahan ini termasuk mengurangi berat badan bagi pasien yang mengalami obesitas, menghindari konsumsi alkohol dan obat-obatan yang bisa menyebabkan relaksasi otot lebih lanjut saat tidur, berhenti merokok, mengoptimalkan posisi tidur (menghindari tidur telentang), dan menjaga jadwal tidur yang teratur untuk meningkatkan kualitas tidur.

Namun, bagi mereka yang memiliki keluhan yang berat yang tidak teratasi hanya dengan perubahan gaya hidup, atau bagi mereka yang diketahui berisiko tinggi seperti memiliki penyakit jantung, diabetes, atau riwayat stroke, evaluasi OSA melalui Polisomnografi (PSG) sangat direkomendasikan. PSG dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan akurat tentang keparahan OSA dan membantu dalam penentuan strategi pengobatan yang tepat.

Pasien yang tergolong memiliki OSA sedang hingga berat, berdasarkan hasil PSG, umumnya akan direkomendasikan untuk mendapatkan terapi Continuous Positive Airway Pressure (CPAP). CPAP adalah alat yang bekerja dengan menyediakan aliran udara bertekanan melalui masker yang dipakai saat tidur, yang membantu menjaga jalan napas tetap terbuka dan mencegah terjadinya henti napas saat tidur. Penting untuk dicatat bahwa preskripsi atau rekomendasi penggunaan CPAP serta penentuan seberapa besar tekanan yang diperlukan hanya dapat dilakukan setelah hasil PSG diperoleh. Memberikan CPAP tanpa hasil PSG yang akurat serupa dengan "menembak dalam kegelapan" karena tanpa data tersebut, tidak mungkin menentukan kebutuhan tekanan yang tepat yang dibutuhkan oleh setiap individu.

Obat yang Harus Dihindari dan Direkomendasikan pada Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Dalam pengelolaan Obstructive Sleep Apnea (OSA), pemilihan obat harus dilakukan dengan hati-hati karena beberapa obat dapat memperburuk kondisi. Obat-obatan yang harus dihindari termasuk sedatif dan obat tidur seperti benzodiazepin (alprazolam, clobazam, diazepam, midazolam, lorazepam) dan non-benzodiazepin (misalnya, zolpidem). Obat-obat ini dapat meningkatkan relaksasi otot-otot di sekitar jalan napas, sehingga memperparah penyumbatan selama tidur. Selain itu, penggunaan opioid juga harus dibatasi atau dihindari karena dapat mengurangi kemampuan tubuh untuk merespons henti napas dan memperburuk hipoksemia. Antihistamin yang menyebabkan kantuk juga bisa mengurangi kemampuan pasien untuk mempertahankan jalan napas yang efektif, terutama pada individu dengan OSA yang parah.

Jika memang diperlukan, beberapa jenis antidepresan, seperti bupropion, yang tidak memiliki efek sedatif kuat, bisa digunakan untuk membantu mengelola depresi yang sering mengiringi OSA. Antidepresan ini dapat membantu memperbaiki suasana hati dan kualitas tidur, meskipun perlu dicatat bahwa penggunaannya harus sebagai bagian dari pendekatan terapi yang lebih luas. Penggunaan CPAP dan modifikasi gaya hidup masih harus dianggap sebagai pilar utama dalam pengelolaan OSA.

Beberapa obat dapat direkomendasikan untuk pengelolaan OSA dalam kondisi tertentu. Contohnya adalah penggunaan obat-obatan yang dapat membantu mengurangi kelelahan di siang hari, yang sering ditemui pada pasien OSA. Modafinil dan armodafinil adalah dua obat yang dapat membantu mengurangi rasa kantuk di siang hari bagi mereka yang mengalami OSA. Kedua obat ini memiliki efektivitas yang terbukti dalam meningkatkan kewaspadaan dan fungsi kognitif di siang hari, namun tidak mengobati penyebab utama OSA itu sendiri. Karena itu, obat-obatan ini sebaiknya digunakan sebagai terapi tambahan, bukan sebagai pengganti dari terapi utama seperti CPAP.

Pengobatan untuk OSA harus disesuaikan dengan kebutuhan individu dan di bawah pengawasan dokter. Penting untuk mendiskusikan semua opsi pengobatan, termasuk potensi risiko dan manfaat dari obat-obatan, dengan dokter atau spesialis tidur yang menangani, agar pengelolaan OSA dapat dilakukan secara efektif dan aman.

Kesimpulan

Mengingat dampak serius yang dapat ditimbulkan oleh Obstructive Sleep Apnea (OSA) terhadap berbagai aspek kesehatan, sangat penting bagi dokter di semua tingkatan layanan kesehatan untuk aktif melakukan skrining keberadaan OSA. Di tingkat layanan primer, deteksi dini OSA dapat memainkan peran krusial dalam mengurangi insidensi penyakit-penyakit berat seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung. Skrining awal ini bukan hanya membantu dalam mengidentifikasi dan mengelola OSA sebelum kondisi ini menyebabkan komplikasi lebih lanjut, tetapi juga membantu dalam mengimplementasikan strategi pencegahan primer yang efektif, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien secara signifikan.

Pada tingkat layanan sekunder dan tersier, diagnosis yang akurat dan tatalaksana yang efektif dari OSA sangat krusial dalam mencegah perkembangan atau pemburukan kondisi kesehatan yang sudah ada. Pengelolaan OSA yang baik dapat mengurangi beban dari komplikasi kardiovaskular, memperbaiki manajemen diabetes, dan secara umum, meningkatkan hasil klinis bagi pasien dengan kondisi kronis. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan bagi para profesional kesehatan tentang pentingnya dan metode skrining OSA, serta pilihan pengobatan terkini, menjadi penting agar setiap tingkat layanan kesehatan dapat memberikan respons yang adekuat terhadap tantangan yang ditimbulkan oleh OSA.

sumber : https://ayosehat.kemkes.go.id/mengorok-bisa-menyebabkan-penyakit-jantung-stroke-dan-diabetes

Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat Triwulan IV : 86,77

Rodensia atau hewan pengerat memiliki peran utama dalam penularan penyakit seperti leptospirosis dan pes. Salah satu penyakit zoonosis berbahaya lainnya yang juga disebarkan oleh rodensia, namun belum banyak dikenal oleh masyarakat adalah penyakit virus Hanta. Penyebab penyakit virus Hanta adalah virus dari genus Orthohantavirus.  Tikus dan celurut menjadi reservoir utama penyakit ini. Jenis tikus yang terkonfirmasi sebagai reservoir virus Hanta di Indonesia adalah Rattus norvegicus (tikus got) dan  R.tanezumi (tikus rumah). Jenis tikus lain yang menjadi reservoir adalah R. tiomanicus (tikus belukar), R.exulans (tikus ladang), R. argentiventer (tikus sawah), Mus musculus (mencit rumah), Bandicota indica (tikus wirok), dan Maxomys surifer. 

 Keberadaan dan sebaran Orthohantavirus pada reservoir di Indonesia telah dilaporkan di berbagai wilayah dan habitat di Indonesia. Tikus yang terkonfirmasi sebagai reservoir virus Hanta merupakan jenis tikus yang dapat ditemukan di lingkungan rumah, sawah, ladang, hingga hutan, Penularan penyakit terjadi melalui kontak langsung dengan reservoir utama, ekskresinya (saliva, urin, feses) yang mengenai kulit yang luka atau membrane mukosa pada mata, mulut, dan hidung, maupun secara aerosol (debu atau partikel halus yang terkontaminasi). Hingga saat ini, penularan antar manusia belum pernah terlaporkan. 

Kasus penyakit virus Hanta pada manusia masih belum banyak diketahui di Indonesia. Penyakit virus Hanta sendiri menyebabkan dua macam gejala klinis, yaitu Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS) dan Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS). Tipe HFRS tersebar luas di dunia, terutama di wilayah Eropa dan Asia, dengan masa inkubasi 1-2 minggu dan angka kematian 5-15%, sedangkan tipe HPS hanya ditemukan di Benua Amerika, dengan masa inkubasi berkisar 14 – 17 hari dan angka kematian 60%.

Strain Seoul Virus (SEOV)  penyebab tipe HFRS menjadi strain virus yang paling sering ditemukan di Indonesia. Strain ini menyebabkan manifestasi klinis sedang, di antaranya demam, Sakit kepala, nyeri punggung dan perut, mual, kemerahan pada mata, dan ruam. Pada tahap lebih lanjut, dapat terjadi oliguria dan anuria, perdarahan sistem pencernaan, gangguan sistem pernafasan dan sistem saraf.

Pencegahan utama penyakit virus Hanta adalah menghindari kontak manusia dan hewan pengerat, serta mengendalikan jumlah hewan pengerat di lingkungan rumah. Beberapa pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah :

  1. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan

  2. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) (masker, sarung tangan, dan alas kaki) ketika membersihkan rumah dan lingkungan yang dilalui hewan pengerat

  3. Membersihkan kotoran, urin, dan sekreta lain dari tikus dengan disinfektan

  4. Tidak menyentuh hewan pengerat secara langsung baik yang hidup atau mati. Apabila kontak dengan hewan pengerat, gunakan disinfektan dan APD lengkap.

  5. Melakukan pengelolaan sampah dengan benar

  6. Menjaga kebersihan tangan dengan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir (40-60 detik) atau menggunakan cairan antiseptik (20-30 detik)

Penyakit virus Hanta di Indonesia perlu diantisipasi mengingat jenis reservoir yang ditemukan cukup beragam dan tersebar di berbagai tipe habitat. Penyakit ini dapat berpotensi menyebabkan suatu wabah apabila reservoirnya tidak dikendalikan. Tindakan pencegahan dapat di lakukan dari lingkungan terkecil kita, yaitu lingkungan rumah.

Page 3 of 8

Maklumat

Survei

Jam Pelayanan

Jam Pelayanan

Social Media :

Facebook

Instagram

Twitter

Youtube

Polling

Bagaimana Penilaian Anda terhadap Informasi yang Disajikan Website Ini?
Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Ternate
Jl. Bandara Kel. Tabam Kec. Ternate Utara Kota Ternate, Propinsi Maluku Utara
Copyright © 2018-2024 - KKP Ternate - Ditjen P2P - Kemenkes RI. Website